Sabtu, 13 September 2014

Keperawanan Gadis Ini Dijual Rp 3 Juta Hanya Karna Hp

Tidak hanya di Ibu Kota Jakarta, praktik pelacuran di lingkungan anak sekolah juga marak terjadi di kota seperti di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Faktor ekonomi, merupakan alasan utama mengapa perempuan "bau kencur" itu mau menjadi korban.
Kasus pelacuran macam itu di Samarinda, banyak menimpa gadis-gadis pelajar yang masih duduk di bangku SLTP dan SLTA. Dengan membangun sindikat kecil-kecilan, mereka menjual diri dengan harga murah.
Sebut saja Ajeng --bukan nama sebenarnya, gadis usia 17 tahun ini masih duduk di bangku SMK swasta di Samarinda. Ditemui di salah satu mall Samarinda, beberapa waktu lalu, gadis berkerudung itu tampak anggun dengan balutan busana jilbab syar’i.  Kulitnya putih bersih, dan bentuk tubuhnya pun menarik.
Siapa sangka, di balik balutan jilbab itu, dia ternyata gadis panggilan. “Ini beneran wawancara ya mbak? Tapi nanti enggak dilaporkan ke polisi kan?” kata dia membuka obrolan.
Seperti anak remaja seusianya, Ajeng sejatinya suka berbelanja dan berfoya-foya. Namun apalah daya, latar belakang keluarganya tidak mungkin melancarkan hobi belanjanya. Mall dan makanan enak pun pernah menjadi bayang-bayang semata.
Ajeng sadar dia bukan dilahirkan dari keluarga kaya yang punya banyak uang. “Ajeng lahir di kota ini. Ibu sudah meninggal, Bapak sekarang kawin lagi. Jadi Ajeng juga enggak tinggal di rumah, karena enggak cocok sama ibu tiri,” ungkapnya pelan.
Kehidupan serba miskin membuat Ajeng merasa terkucil. Saat semua teman sudah memiliki handphone android serba canggih, misalnya, dia malah tidak punya hp sama sekali. Saat semua teman bisa melancong ke mall sepulang sekolah, Ajeng hanya bisa berjalan kaki pulang ke rumah.
“Dulu waktu SMP sama sekali enggak punya teman. Sering diejek miskin, diceritain mirip gembel dan selalu jadi bulan-bulanan preman yang sering nongkrong di depan sekolah. Enggak tahan sama keadaan yang begitu, jadi sering enggak masuk sekolah,” ujar dia.
Kesal
Rasa kesal dan tidak nyaman itu membuatnya terus berfikir. Ajeng ingin mencari uang sendiri agar bisa sekolah dengan menggunakan motor. Dia juga ingin sekali membeli ponsel walau dengan harga murah.
Dengan segala usaha Ajeng berusaha mencari kerja. Sayang, diusianya yang masih belasan, tak ada pekerjaan yang bisa dilakukan. “Pengin banget punya motor, tapi enggak punya uang beli. Di sekolah juga selalu kecut, tak ada jajan. Kecuali malak-malak cowok-cowok minta traktiran. Bersyukur memang banyak yang nraktir,” ujarnya sembari tertawa.
Suatu hari, kata dia, ada siswi dari sekolah lain yang datang ke sekolahnya. Diketahui namanya Erna, yang tak sengaja berpapasan dengan Ajeng. “Erna waktu itu nyariin teman sekelas Ajeng, tapi enggak ketemu. Lama ngobrol, akhirnya Erna ngajak jajan di warung. Dari situ hidup Ajeng mulai goyah, karena Erna menawarkan sebuah pekerjaan yang gampang,” kata dia.
Menurut Ajeng, Erna bisa meminjaminya uang sebesar Rp 5 juta, dan dibayar nyicil. Jika tidak sanggup menyicil, Ajeng boleh membayar dengan cara bekerja, dan membagi dua hasil kerjanya. “Dia bilang kerja, cuma nemani om-om ke diskotik dan dandan yang cantik. Sebenarnya sudah tau kalau itu maksunya jual diri, tapi Ajeng pura-pura lugu aja di depan Erna,” ujar Ajeng.
Karena iming-iming itu, akhirnya Ajeng mengiyakan tawaran Erna. Untuk meyakinkan Ajeng, Erna membawa Ajeng ke ATM dan menarik uang sebesar Rp 5 juta dan langsung diserahkan pada Ajeng. “Ajeng hampir pingsan lihat uang Rp 5 juta. Banyak banget… Ajeng sampai nangis waktu itu,” sebut Ajeng.
Pelacuran
Sebagai pebisnis, Erna memiliki ketakutan jika Ajeng kabur. Erna kemudian mengajak Ajeng ke sebuah kos-kosan hingga sore, agar memulai pekerjaannya. “Ajeng inget banget, tanggal 2 Februari 2011, jam 5 sore, Ajeng memulai pekerjaan Ajeng. Ajeng dipinjami Erna baju dan didandani. Ajeng kemudian dibawa Erna ke Rumah Makan Padang di sekitaran Jalan Wahid Hasyim, dan bertemu dua om-om yang kenalan Erna,” ungkap dia.
Obrolan ringan terjadi, Ajeng hanya duduk makan dan mendengarkan Erna dan dua om-om itu tawar-menawar. Keperawanan Ajeng ditawar Rp 3 juta, dan bonus sebuah ponsel merek Nokia. Setelah deal, Ajeng lalu diboyong salah satu om yang diketahui bernama Feri.
Sedangkan Erna berjalan dengan om yang bernama Adi. Mereka terpisah. “Mau nangis waktu itu, dalam hati bilang, seandainya ibu masih hidup, pasti Ajeng tidak begini. Perawan Ajeng harganya cuma Rp 3 juta?” kata dia.
Di salah satu hotel melati di sekitaran Samarinda Seberang, Ajeng rela melepaskan 'mahkota' miliknya. Selama hampir dua jam di dalam kamar, Ajeng terpaksa melayani Feri dengan serba ketidakmampuannya.
Dari kejadian itu, nasib Ajeng berubah drastis. Rasa ketagihan menghasilkan uang banyak, terus membayang di kepalanya. Keakraban dengan Erna pun terjalin. Bersama Erna, Ajeng seperti menemukan kehidupan baru.
Pembagian hasil kerja pun dinilai adil. Erna mendapatkan komisi 20 persen dari harga "jualan" Ajeng. Namun Ajeng tetap membayarkan separuh pendapatannya untuk melunasi utangnya.
Pada bulan Juli, semua utang Ajeng lunas, dan sudah memiliki sebuah motor bermerek Vega R yang dia beli bekas. “Ajeng punya HP, punya motor dan sudah berani kos sendiri. Setiap dua hari sekali ada yang manggil, nomer HP disebar ke mana-mana. Mulai dari om-om, abang-abang mahasiswa sampai pejabat. Pernah dua kali dipakai sama pejabat, kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota,” ungkap dia.
Berubah
Penampilannya pun perlahan diubah, di sekolah mengunakan jilbab, tapi di rumah menggunakan pakaian mini. Dia tidak lagi menyambangi ayahnya di rumah, namun sesekali mengunjungi tempat kerja sang ayah.
“Kalau ada uang lebih, kadang ke bengkel tempat bapak kerja. Belikan bapak makan siang, atau ngasih uang bapak. Ya enggak banyak sih, paling Rp100–500 ribu. Bapak tahunya Ajeng kerja jaga warnet, itu juga Ajeng yang ngaku-ngaku,” ujar dia.
Seiring waktu berjalan, Ajeng sudah mulai marak dikenal. Semakin berkelas dan lihai. Ajeng tidak lagi sembarang ambil pesanan. Ajeng hanya mau melayani laki-laki berusia 25 – 34 tahun. “Maunya sama yang muda, biasanya om-om yang muda itu perkasa. Kalau yang tua, mintanya dilayani terus,” ungkap dia.
Sampai hari ini, Ajeng mengaku 'enjoy' menjalani pekerjaannya sebagai gadis panggilan. Dia pun sama sekali tak takut hamil, karena sedari dini sudah mengikuti program KB. “Ajeng pakai spiral lo, pakai yang lima tahun, jadi aman dipakai bertahun-tahun,” kata dia.
Disinggung masalah masa depan, Ajeng tertawa. Seperti halnya anak gadis pada umumnya, dia juga ingin punya pekerjaan halal, dilamar lalu menikah. Sayang, hingga saat ini belum ada laki-laki yang bisa menerimanya. Meski saat ini ada laki-laki yang ditaksir, namun dia tetap rendah diri untuk mengungkapkan isi hatinya.
“Ajeng naksir guru matematika di sekolah. Dulu waktu mau berhenti sekolah, guru itu yang ngasih semangat ke Ajeng. Umurnya baru 26 tahun, tapi ganteng banget dan baik hati. Seandainya boleh memilih, Ajeng mau dia yang jadi jodoh Ajeng nanti,” kata dia.
Pembicaraan itu pun terhenti, karena ponsel Ajeng bordering. Dengan sopan dia menyapa orang yang menelponnya di seberang sana. “Abang, aku masih ada tamu wawancara. Ajeng kayak artis nih, sebentar ya bang. Abang tunggu aja di situ, sekarang Ajeng nyusul,” kata gadis itu.
Dengan terburu-buru, Ajeng pamit dan meminta dirahasiakan identitasnya. “Ajeng pamit ya, biar cerita ini bisa jadi pembelajaran. Tapi nama tetap rahasia ya,” pintanya sembari berlalu.

sumber:http://www.tribunnews.com/regional/2014/09/12/demi-motor-dan-hp-keperawanan-gadis-ini-dijual-rp-3-juta
Read more ...
Selasa, 09 September 2014

Waw Norman Kamaaru Kini Jualan Bubur untuk Menyambung Hidup

Seorang pria kurus tampak sibuk menata dan merapihkan meja-meja dan kursi. Belum tampak satu pun pembeli yang duduk disitu. Pria itu lantas menyiapkan beberapa mangkuk dan mulai meracik menu makanan yang akan dijual. Pria itu adalah Norman Kamaaru, mantan Brimob Polda Gorontalo berpangkat Briptu yang mendadak ngetop lantaran video isengnya meniru gerakan penari India dengan lagu Chaiya Chaiya itu diunggah di youtube. Setelah ngetop, Norman Kamaaru yang terbiasa hidup dari gaji pas-pasan sebagai aparat keamanan negara itu akhirnya terlena.
Dipikirnya setelah ngetop, maka ia akan jadi artis tenar yang kaya raya dan hidup dalam kelimpahan dan kemewahan, bisa punya rumah dan Apartemen mewah, bisa punya mobil mahal, dikelilingi pula wanita-wanita cantik bak bidadari yang turun dari sorga.
Ternyata khayalan dan impian itu hanya mimpi disiang bolong saja, karena hanyalah pengakuan semu yang ia cari, dan tentunya tak akan pernah ia temukan dimanapun karena pengakuan diri yang hakiki cuma bisa datang dari penerimaan terhadap diri sendiri.
Terlena dengan sanjungan dan pujian yang bertubi-tubi, membuat Norman jadi lupa diri. Ia mengajukan pengunduran diri dari Kepolisian karena ingin fokus jadi artis. Hidup ini terlalu singkat bila melakukan kesalahan yang fatal, Mabes Polri pun berang dengan ulah Norman. Maka pada hari ke enam di penghujung tahun 2011 yang silam, Norman Kamaaru dipecat dari Kesatuannya sebagai anggota Brimob melalui sidang kode etik di Polda Gorontalo.
Norman kini sudah terlupakan dan tak pernah dapat tawaran job di dunia keartisan lagi. Ia pun tak pernah lagi muncul di Televisi. Norman memang tak lagi seheboh dulu. Ia sudah ditinggalkan. Sangat sulit baginya saat ini untuk menyundul kembali popularitasnya yang sudah punah.
Kini Norman mengalami pahit getirnya kehidupan. Lantaran tak laku di dunia persilatan keartisan dalam negeri, Norman kini jualan bubur untuk menyambung hidupnya.
Inilah contoh nyata pentas drama kehidupan di dunia yang fana ini. Menjadi aparat negara bukanlah hal yang mudah. Ada banyak aral dan rintangan serta perjuangan yang panjang untuk meraihnya. Biaya pun tak sedikit digelontorkan untuk bisa tembus jadi Polisi. Tapi justru sebegitu gampangnya Norman melepas tugas negara demi popularitas diri yang semu.
Sebenarnya aku kasihan juga dengan nasib si Norman ini. Baru disanjung segitu saja ia sudah terlena. Norman Kamaaru adalah korban media, konspirasi media massa demi rating yang tinggi dengan menina-bobokan para pemirsa yang terlena dengan sesuatu yang jarang-jarang terjadi. Ada Brimob bisa nyanyi dan menari lagu India, wow sesuatu banget. Maka meledaklah berita di seantero negeri.
Bagaimana tidak, baru meniru joget Chaiya Chaiya saja yang diunggah ke youtube, diekpos media secara berlebihan, disetting sedemikian rupa sehingga Norman laris manis bak artis beneran. Hadiah pun datang silih berganti, ketenaran diraihnya dalam sekejap.
Kapolri pun bangga punya anak buah yang ngetop. Setiap hari muncul di TV mendampingi Norman. Kemana-mana Norman dikawal sejumlah Kapolda dan para Jenderal. Ia lantas menjadi jumawa. Norman lupa bahwa mengemban tugas negara adalah tugas yang mulia.
Padahal suaranya kurang bagus, tampangnya pun pas-pasan saja. Masih lebih tampan Mawalu yang bengal ini. Norman pun dikejar sejumlah tayangan acara di televisi untuk menjadi bintang tamu. Di mana ia hadir, orang-orang berteriak histeris. Tak kurang para Polwan pun sampai berteriak histeris dan pingsan bergantian setelah si Norman ini joget Chaiya Chaiya dengan seragam Brimobnya itu diatas panggung dilapangan Polda Metro Jaya.
Ia diarak pakai mobil baja Barracuda, pakai seragam Brimob, melambai-lambaikan tangannya dari atas mobil baja itu dengan senyum bangga. Disamping kiri dan kanannya para petinggi Polri. Semua orang mengelu-elukannya, semua orang berteriak histeris Noorrrmaaannn…Kebanggaan pun membuncah dalam dadanya. Ia berdiri tegap membusungkan dada. Namun semua itu kini tinggal kenangan. Semuanya telah musnah, semuanya telah hilang lenyap dihembus angin malam yang mencekam.
Kariernya sudah tumbang. Padahal menjadi Brimob justru masa depannya lebih terjamin daripada sekedar jadi penyanyi abal-abal. Masa depan terjamin, sudah pensiun pun masih dibiayai negara. Alangkah indahnya kalau Norman ini tetap jadi Brimob. Sekali-kali menghibur kaum papa dan anak Yatim Piatu dengan lagu Chaiya Chaiya. Itu lebih mulia, itu lebih terhormat, daripada bermimpi jadi artis yang tak pernah kesampaian dalam hidupnya.
Tentu tak mudah bagi Norman saat ini untuk bangkit kembali, namun ia harus komitmen terhadap keputusan hidup yang telah ia tempuh. Pria jantan yang tangguh tak akan pernah menyesali dengan keputusan yang telah diambil.
Hidup itu pilihan, ya sudah jalani saja.
PENULIS: Mawalu ( SEORANG KOMPASIANER)
sumber:http://www.islamtoleran.com/norman-kamaaru-kini-jualan-bubur-untuk-menyambung-hidup/

Read more ...

Septum Vagina: Senin, Selasa, Rabu…….Ga Semua Cowok Beruntung Seperti Saya Lho, Dok. Unik dan Antik Nih!!

Saya tiba-tiba teringat kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat itu saya sedang bertugas di RSUD Klaten, Jawa Tengah.
Salah seorang pasien yang saya tangani ternyata mempunyai kelainan yang sangat jarang, yaitu vagina atau saluran senggamanya terbagi dua. Ini salah satu kelainan yang jarang dijumpai dengan insidensinya 1:21.000 s/d 1:72.000. Sebenarnya bukan itu yang bikin saya heran, tapi lebih kepada kenapa datang ke rumah sakit baru setelah ada tanda-tanda mau melahirkan yang berarti tidak mungkin untuk bisa melahirkan melalui jalan lahir tanpa tindakan khusus.
Dari penilaian dan hasil pemeriksaan, sang pasien bisa melahirkan melahirkan spontan dengan jalan memotong dinding pembatas tersebut. Akhirnya saya panggil suami pasien dan saya jelaskan kondisinya.
Apa jawab suami coba tebak??
`Wah, dok. Itu barang antik Ga semua cowok beruntung kayak saya lho, dok. Bisa ganti-gantian, senin kiri, selasa kanan, dst….Udah dok, sesar aja`
Ternyata suaminya paham dan menikmati betul anugerah yang dia dapatkan….
sumber:http://mybabyprogram.com/2009/12/15/senin-selasa-rabu-ga-semua-cowok-beruntung-seperti-saya-lho-dok-unik-dan-antik-nih-true-story/
Read more ...